PENGATURAN PENATAAN RUANG DALAM UU NO. 24/1992
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pengaturan Penataan Ruang di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Penjelasan Pasal 10 ayat (3) UULH No. 4/1982 menyatakan, bahwa wewenang pengaturan sebagaimana tersebut dalam ayat (3) batang tubuh UULH meliputi antara lain tatanan ruang yang merupakan sistem pengaturan ruang sebagai upaya sadar untuk mengatur hubungan antara berbagai kegiatan dan fungsi mencapai keserasian dan keseimbangan, setelah UU No. 4/1982 diganti dengan UU. No. 23/1997 pengaturan penataan ruang ini dapat diinterpretasikan dari Pasal 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, dan 12
2. Penataan ruang sebagaimana yang dimaksud di atas tersebut di atas diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Pasal 1 butir 3 UUPLH No. 23/1997 menyatakan, bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan LH, termasuk seumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
3. Sebagai tindak lanjut ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 ayat (3) UU No. 4/1982 (yang telah digantikan oleh UU. No. 23/1997) tersebut, yaitu pelaksanaan wewenang pengaturan tata ruang, telah diundangkan pada tanggal 13 Oktober 1992, Undang‑undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (UUPR).
4. Salah satu pertimbangan ditetapkannya UUPR adalah bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beranekaragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber‑daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Dengan diundangkannya UUPR, maka Stadsvormingsordonnantie 1948 (beserta Stadsvormingsverordening 1949) dinyatakan tidak berlaku lagi.
5. Pasal 4 ayat (1) UUPR menyatakan, bahwa setiap orang berhak, menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang. Penjelasan ayat ini menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan orang adalah orang seorang, kelompok orang, atau badan hukum. Pengertian orang ini adalah sama dengan pengertian orang sebagimana tercantum dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No. 4/1982 (UULH UU No. 23/1997 Pasal 1 point 24). selanjutnya penjelasan ayat ini menyatakan, bahwa pemerintah berkewajiban melindungi hak setiap orang untuk menikmati manfaat ruang.
WEWENANG PENGELOLA DALAM PERENCANAAN KOTA
Menurut Prajudi Atmosudirjo membedakan pengertian-pengertian kewenangan dan wewenang. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik, misalnya wewenang menandatangani surat-surat izin seorang pejabat atas nama menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan menteri.
Adapun yang menjadi wewenang Pemerintah Daerah Provinsi dalam penataan ruang terdapat dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terdapat dalam Pasal 10, yang berbunyi:
1. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan
d. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.
2. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Perencanaan tata ruang wilayah provinsi
b. Pemanfaatan ruang wilayah provinsi, dan
c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi
3. Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi melaksanakan:
a. Penetapan kawasan strategis provinsi
b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.
4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.
5. Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
6. Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
2) arahan peraturan zonasi untuk system provinsi yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
3) petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
7. Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standard pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar