KONSEP DASAR PENATAAN RUANG
Konsep penataan ruang wilayah adalah pemanfaatan pembangunan yang harus mengacu pada beebrapa aspek seperti keamanan, produktifitas serta dapat bermanfaat secara luas bagi semua lapisan masyarakat.
Penyusuanan rencana tata ruang wilayah nasional harus mem-perhatikan hal-hal berikut:
1. Wawasan Nusantara dan ketahanan Nasional
2. Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional
3. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi
Aspek lain yang harus menjadi perhatian dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Nasional adalah:
1. Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;
2. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
3. Rencana pembangunan jangka panjang nasional;
4. Rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan
5. Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, yaitu:
1. Mewujudkan wilayah nasional yang aman, maksudnya situasi masyarakat dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai ancaman.
2. Mewujudkan wilayah nasional yang nyaman, yakni suatu keadaan masyarakat dapat mengartikulasikan (berperan mewujudkan atau mengaktualisasikan sesuatu dalam kehidupannya secara nyta) nilai sosial budaya dan fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai.
3. Mewujudkan wilayah nasional yang produktif, maksudnya proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing.
4. Mewujudkan wilayah nasional yang berkelanjutan, maksudnya kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya SDA tak terbarukan.
ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG
Pengaturan kebijakan tata ruang secara operasional dapat dilihat pada GBHN yang pada masa sekarang GBHN 1999 pada pengaturan persoalan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (pada GBHN selanjutnya juga ditemukan istilah Tata Ruang). Pada prinsipnya sebetulnya kebijakan tentang penataan ruang di Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru, telah dilaksanakan secara programatik. Dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita), dikembangkan pembinaan tata ruang melalui kegiatan:
1. Tata guna tanah, yakni pemetaan penggunaan tanah dan kemampuan tanah
2. Tata kota dan daerah, yakni penyusunan rencana pengembangan kota dan daerah; dan
3. Tata agraria, yakni pendaftaran, penertiban, serta pengawasan hak-hak atas tanah.
HUBUNGAN ANTARA ASPEK PENATAAN RUANG DAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PROYEK
Ruang merupakan aset besar Negara Indonesia yang harus dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor kelestarian lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur yang berkaitan dengan amanat penataan ruang wilayah Negara RI yaitu Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Tata ruang adalah wujud susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang secara struktural hubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang dan pola pemanfaatan ruang dengan baik, diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri dan pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan. Jadi, Penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Berdasarkan UUBG pasal 26
Ayat (1)
menerangkan bahwa izin pemanfaatan ruang adalah izin yang berkaitan dengan lokasi, kualitas ruang, dan tata banguna yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hukum adat, dan kebiasaan yang berlaku. Yang dibatalkan dalam ayat ini adalah izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai, baik yang telah ada sebelum atau sesudah adanya Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan berdasarkan undang-undang ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan iktikad baik adalah perbuatan pihak pemanfaatan ruang yang mempunyai bukti hukum sah berupa perizinan berkaitan dengan pemanfaatan ruang dengan maksud tidak untuk memperkaya diri sendiri dan tidak merugikan pihak lain.
Atas dasar di atas maka setiap pengembang jika ingin membangun harus memiliki izin terlebih dahulu karena sudah jelas bahwa ruang adalah milik Negara dan pemanfaatannya harus memiliki izin. Pembangunan suatu gedung (rumah) dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan (Pasal 35 ayat [4] UUBG). Memiliki IMB merupakan kewajiban dari pemilik bangunan gedung (Pasal 40 ayat [2] huruf b UUBG).
Menurut Pasal 15 ayat [1] PP 36/2005, permohonan IMB kepada harus dilengkapi dengan;
Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah; Data pemilik bangunan gedung; Rencana teknis bangunan gedung; dan Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
Lalu apa yang bisa terjadi kalau pemilik tidak memiliki ijin? Pemilik rumah dapat dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung (Pasal 115 ayat [1] PP 36/2005). Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran (Pasal 115 ayat [2] PP 36/2005). Selain sanksi administratif, pemilik bangunan juga dapat dikenakan sanksi berupa denda paling banyak 10% dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun (Pasal 45 ayat [2] UUBG).
Tetapi bagaimana jadinya jika ternyata gedung tersebut terlambat terdeteksi dan terlanjur selesai di bangun. Maka peraturan yang mengatur itu adalah Pasal 48 ayat (3) UUBG
Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) UUBG disebutkan bahwa:
“Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini diberlakukan, untuk memperoleh izin mendirikan bangunan harus mendapatkan sertifikat laik fungsi (SLF) berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”
Sumber:
http://www.penataanruang.com/perencanaan-tata-ruang-wilayah-nasional.html